MENEGUHKAN KEMERDEKAAN (Edisi Senin,14 Agustus 2017)

Salam Metamorfosa, Salam Perubahan…

Kemerdekaan adalah sebuah impian para pendahulu kita yang harus dibayar dengan pengorbanan yang tak terperi. Baik dengan harta benda, darah, maupun air mata. Mereka yang tak ikut berperang, menyediakan harta benda apa pun yang dimilikinya untuk mendukung para pejuang. Sedang yang terjun langsung berperang, tak sedikit yang harus gugur di medan laga sebagai kusuma bangsa. Sanak keluarga yang ditinggalkan pun harus rela melepaskan kepergian orang-orang terkasih dengan linangan air mata.

Kini setelah proklamasi kemerdekaan berusia 72 tahun, kondisi bangsa pun menga-lami pergeseran dan perubahan. Semangat rela berkorban menjadi semakin terasa aneh dan langka di tengah kehidupan masyarakat yang makin materialistis. Semangat memberi telah berubah menjadi semangat memperoleh. Akibatnya, semakin banyak saja orang yang begitu mudah dan enteng mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Para pembaca yang siap berubah menjadi lebih baik…

Apa arti meneguhkan kemerdekaan bagi Anda? Sekedar bersyukur atas kemerdeka-an ini, atau bersedia memberi kontribusi sebisanya untuk mengisi kemerdekaan, atau ingin turut serta memperjuangkan semaksimal mungkin terwujudnya harkat dan martabat bangsa yang mandiri dan berdaulat?

Sebagai bagian dari Indonesia boleh kan jika saya berpandangan bahwa meneguh-kan kemerdekaan itu identik dengan tetap memiliki pandangan, jiwa, dan sikap nasionalisme dan patriotik yang teguh? Dan boleh juga kan jika saya mengajak Anda semua untuk mengejawantahkan nasionalisme dan patriotik tersebut dalam hal-hal berikut ini?

Pertama, mari kita pertegas pembelaan kita. Yakni membela kepentingan, karya, dan martabat bangsa sendiri. Kendati ini dimulai dari hal-hal kecil, seperti belanja di warung tetangga, membeli produk karya bangsa sendiri, atau berwisata di negeri sendiri, namun jika hal ini disadari dan dikerjakan oleh banyak orang, dampaknya sudah pasti menjadi sangat berarti.

Kedua, mari kita warisi sifat kejuangan yang dimiliki oleh para pendahulu kita. Jika para pendahulu kita berjuang tanpa pamrih, kita tidak harus sepenuhnya seperti mereka. Perjuangan kita saat ini bolehlah diikuti pamrih tertentu, namun pamrih yang berdampak sosial. Bukan pamrih yang hanya menguntungkan diri sendiri dan golongan.

Mewarisi sifat kejuangan juga bisa kita wujudkan dengan jangan suka menge-depankan jalan pintas atau budaya instan dalam mengejar impian atau cita-cita kita. Bukan pula dengan menghalalkan segala cara dalam meraih apa yang kita inginkan. Namun dengan ketegaran dan sikap pantang menyerah dalam menghadapi beragam hambatan dan rintangan.

Dan yang ketiga, mari kita dedikasikan seluruh kemampuan kita masing-masing untuk menciptakan perikehidupan bangsa dan Negara yang bersih dari korupsi. Darurat korupsi yang tengah dialami negeri ini sudah benar-benar membahayakan masa depan bangsa dan Negara. Karenanya, darurat korupsi harus menjadi keprihatinan kita bersama, mulai dari keluarga, masyarakat sekitar, tempat kerja kita, sampai pada lingkungan yang lebih luas lagi.

Walhasil, meneguhkan kemerdekaan tidak boleh berhenti pada slogan Kerja Bersama. Tetapi mesti berlanjut pada Berjuang Bersama membela Indonesia dan membersihkan Indonesia dari perilaku korup. Bagaimana menurut Anda? Keep spirit & change your life.

*artikel ini telah dimuat di harian Republika