Category : Artikel, Published by admin, Published at Monday, September 21st, 2020
H. D. Iriyanto
www.bangunkarakterbangsa.com
(Inspirator Metamorphosis; Dosen Univ. AMIKOM Yogyakarta)
Salam Metamorfosa, Salam Perubahan…
Kenyamanan.
Kondisi itu pasti menjadi dambaan banyak orang. Mencari tempat tinggal atau hunian, yang dicari pasti yang menawarkan kenyamanan. Memilih tempat bekerja, salah satu yang dicari juga yang bisa memberi kenyamanan.
Bahkan saat orang bepergian, moda transportasi atau hotel yang dipilih juga yang bisa menyajikan kenyamanan.
Lantas apa arti pentingnya jika kenyamanan harus dilawan? Bukankah ini sama artinya dengan kurang kerjaan? Atau bahkan bisa disebut sebagai mencari masalah atau persoalan yang sesungguhnya tidak perlu.
Untuk menemukan alasannya, silakan Anda simak penjelasan saya berikut ini.
Beragam kisah jatuhnya perusahaan-perusahaan raksasa, boleh jadi sudah banyak Anda ketahui. Semisal Nokia, Kodak, atau Fokker. Mereka jaya pada masanya, namun berakhir mengenaskan.
Demikian pula jatuhnya karir dan popularitas tokoh-tokoh besar, saya kira Anda juga sudah sering mendengarnya. Ada yang berprofesi sebagai artis, politikus, pengusaha, maupun olahragawan.
Penyebab jatuhnya perusahaan-perusahaan raksasa dan tokoh-tokoh besar tadi, pastinya tidak sesederhana yang kita bayangkan. Ada sekian banyak faktor yang hadir melatarbelakanginya.
Namun di antara sekian banyak faktor tersebut, faktor kenyamanan (comfort) diyakini menjadi salah satunya. Sebab dari kenyamanan ini lahir keterlenaan yang bakal menjauhkan siapa pun dari hasrat untuk berbenah.
Para pembaca yang siap berubah menjadi lebih baik…
Ungkapan ‘keluarlah dari zona nyaman (comfort zone) jika Anda tidak ingin terpe-rangkap’, menjadi bukti bahwa kondisi nyaman bisa menjadi musuh. Setidaknya menjadi penghambat bagi pribadi, organisasi, atau bisnis yang memiliki tekat kuat untuk maju, tumbuh dan berkembang.
Metafora untuk menggambarkan kenyamanan yang mematikan adalah cerita katak di dalam belanga. Saat itu si katak merasa nyaman dengan air yang merendamnya. Padahal sesungguhnya belanga itu diletakkan di atas tungku yang menyala.
Ketika air mulai berubah menjadi hangat, si katak masih merasa nyaman-nyaman saja, bahkan sampai terpejam. Hingga pada akhirnya ia tak sempat lagi melompat, karena tubuhnya telah matang terebus bersama air yang mendidih.
Kenyamanan pada umumnya melambankan respon. Bahkan cenderung mematikan kesadaran akan perlunya kreativitas dan inovasi. Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa perusahaan-perusahaan raksasa maupun tokoh-tokoh besar gagal merespon muncul-nya perubahan. Tentu ini amatlah merugikan.
Melawan kenyamanan jangan terburu-buru dianggap tidak bersyukur. Sebab yang dilawan sesungguhnya adalah kemandegan (stagnation) dan kebekuan (freezing). Karena apa pun bentuk dari kemandegan dan kebekuan, sudah pasti tidaklah menguntungkan.
Ada tiga cara yang mudah dilakukan untuk melawan kenyamanan.
Apakah ini sikap yang baik dan tidak bertentangan dengan kesyukuran kita kepada Allah Swt? Jawaban saya tegas : Ya. Tidak cepat puas untuk meraih kondisi yang lebih baik adalah sikap positif. Bahkan merupakan sikap mulia.
Ingatlah sabda Rasulullah saw, yang menegaskan bahwa orang yang beruntung adalah orang yang mampu mewujudkan hari ini lebih baik daripada kemarin, hari esok lebih baik daripada hari ini.
Seiring sejalan dengan kondisi lingkungan dan zaman yang senantiasa berubah, maka memperkuat daya adaptasi menjadi kian dibutuhkan. Kesiapan kita dalam mengantisipasi perubahan harus selalu terjaga. Respon terhadap perubahan mesti secepatnya dilakukan.
Tak hanya itu. Kelenturan dalam menyesuaikan kondisi internal diri, organisasi, atau bisnis, terhadap kondisi eksternal, menjadi kata kunci yang harus disadari dengan sepenuh hati. Hanya dengan memperkuat daya adaptasi ini, kita bakal terhindar dari perangkap kenyamanan.
Pepatah yang mengatakan di atas langit masih ada langit, bisa kita pakai sebagai acuan. Artinya, jika prestasi diri, organisasi, atau bisnis itu sudah bisa disebut baik, maka berhasrat dan bertekadlah untuk naik pada level yang lebih baik.
Dengan berhasrat dan bertekad untuk naik kelas, cadangan energi dan kreativitas yang selama ini tersimpan, bakal tereksplor keluar. Kemampuan dan kesanggupan kita pun meningkat. Maka dengan hasrat dan tekad seperti ini, kita berpotensi terhindar dari jebakan kenyamanan.
Pada akhirnya ingin saya katakan bahwa kita tidak perlu khawatir saat harus keluar dari zona nyaman. Karena sesungguhnya zona nyaman yang baru sangat mungkin kita nikmati, jika kita tidak terlena dan terkungkung oleh kenyamanan. Bagaimana menurut Anda? Keep spirit & change your life.
HDI (Human Development & Investment) Management Centre lahir dari sebuah tekad besar untuk berperan dan terlibat langsung dalam proses perubahan sumber daya manusia Indonesia yang lebih berkarakter, yakni SDM yang memiliki leadership, entrepreneurship, dan spirituality yang handal. Dengan leadership seseorang memiliki kecerdasan mengelola segala urusan. Melalui entrepreneurship seseorang memiliki kecerdasan ekonomi. Sedang dengan spirituality seseorang memiliki kecerdasan hidup.
Menjadi pembangun dan pengembang karakter dan kompetensi SDM Indonesia yang terpercaya dan bersahabat, dalam rangka mewujudkan kemandirian, kesejahteraan, dan kejayaan bangsa